Tuesday, October 25, 2016

Menjemput Angin

Malam kian larut dalam pesona jiwa. Kerinduan hati telah sampai pada puncaknya. Tetapi belum ada yang mampu mengobati rasa ini. Mungkin dia yang berdiri di ujung sana adalah sosok yang idaman. Tapi apakah diri sudah pantas tuk bersanding dengannya.
Apakah kita akan berjumpa lagi. Canda tawa itu selalu aku rindukan. Hemmm.... ingin aku menggulang waktu untuk memperbaiki sesuatu yang telah kurusakan. Semoga waktu senantiasa mendekatkan aku dan kamu ke sisi-Nya. Sejatinya, perjalanan ini masih panjang dan berliku sehingga kita perlu mengencangkan ikatan ini.
Jangan pernah ada salah seorang di antara kita melepaskan genggaman ini. Tetap genggam erat walau badai datang menerjang. Aku yakin engkau sekuat Khadijah dan secerdik Aisyah. Wajahmu selalu meneduhkan hati. Ingin kuselalu memandangmu setiap saat ketika engkau sudah halal bagiku. Kini hanya kesabaran yang menemani ketika kerinduan tiba-tiba datang.
#EdisiMenunggu(12-12-16)
Surga Yang Dirindukan 2


Wednesday, March 16, 2016

Pengusaha Warung Makan Bu Mardi 4T



Kelompok Kewirausahaan
 Tanggal 15 Maret 2016 kami melakukan wawancara pengusaha warung makan. Namanya adalah Ibu Mardi. Beliau sekarang berumur 43 tahun. Diusia yang tak lagi muda ini beliau masih semangat menjalankan bisnis warung makan bersama sang suami tercinta, Pak Mardi. Ibunya suka dipanggil Bu Mardi, mengikuti nama suaminya. Hal ini karena sudah menjadi tradisi di masyarakat daerah sana. Sehingga tak heran kalau mencari dengan nama asli Bu Mardi malah susah ketemunya.
            Sudah 10 tahun lamanya Bu Mardi menekuni usaha warung makan. Pertama kali dulu usaha beliau diawali dengan jualan nasi goreng di warung kecil di rumahnya. Setelah dipikir-pikir beliau memutuskan untuk pindah tempat. Lalu dipilihlah tempat baru yaitu Jalan Kaliurang km.5, cukup jauh dari rumahnya di km.7. Namun, tak disangka bahwa usahanya bisa seramai seperti sekarang ini.
Dulu saat pertama jualan di tempat yang baru pelangan masih sepi. Saat pelanggan lama tahu bahwa beliau pindah tempat jualan maka mereka berbondong-bondong datang ke sana. Bu Mardi tidak perlu repot-repot untuk mempromosikan tempat jualan barunya itu. Karena setiap kali orang yang datang mesti menceritakan masakan di warung makan beliau yang enak juga terjangkau harganya. Kebanyakan pelanggan beliau adalah mahasiswa sehingga sangat mudah promosi dari mulut ke mulut.
Tempat baru yang dipakai Bu Mardi untuk jualan adalah tanah sewaan. Alhamdulillah... beliau sangat bersyukur karena mendapat harga sewa per tahun yang relatif murah, yaitu Rp 6 juta per tahun. Harga yang tergolong murah di tengah meningkatnya harga sewa tanah di kota besar seperti Yogyakarta. Meskipun murah tapi bangunan dan tanah yang disewakan tidak boleh didirikan bangunan yang permanen dan dilarang melebarkan gubuk tempat makan.


Warung Makan Bu Mardi
Menu yang ada di warung makan Bu Mardi dulunya belum ada terong. Namun, tetangga yang punya tanah sewaan memberikan saran untuk mencoba menu baru dengan bahan baku terong. Dan akhirnya terciptalah menu terong goreng yang menjadi salah satu menu paling diminati orang-orang. Inilah menjadikan warung tersebut bernama 4T, karena di sana ada menu Tempe, Tahu, Telur, dan Terong.
Bu Mardi mendapat penghasilan kotor per hari sekitar Rp 1,5 juta. Beliau mempunyai karyawan berjumlah 5 orang dan itu karyawan beliau adalah tetangga dekatnya. Dengan penghasilan bersih yang tidak terlalu banyak karena digunakan untuk mengaji karyawan beliau dan membeli bahan baku lagi. Beliau mempunyai prinsip yang sangat bijak. “Untung sendikit tidak apa-apa, yang penting pelanggan suka.”
Masalah bahan baku adalah persoalan setiap hari yang pasti dihadapi Bu Mardi. Salah satu cara agar bahan baku tetap tersedia adalah dengan menjalin hubungan penjual bahan baku. Setiap hari beliau selalu memesankan sayuran, ikan lele, beras, minyak goreng, dan lain-lain. Apabila ada penjual yang stok bahan bakunya habis atau menipis maka Bu Mardi mencoba menghubungi penjual yang lain. Sehingga setiap hari beliau tidak bisa dari SMS.
Sebagai pemilik warung makan Bu Mardi senang membantu karyawanmya mempersiapkan makanan. Setiap saat beliau juga membantu kinerja karyawannya. Barang yang dimasak berasal dari pasar sehingga masih segar semua. Selain itu, untuk sambal tomat racikannya beliau racik sendiri dan tidak membolehkan dimasak karyawannya. Sehingga, rasanya tetap terjaga keasliannya dan kelezatannya.
Menjadi pengusaha itu tidaklah mudah, harus mengalami banyak kesulitan dan kegagalan. Awal memulai sebuah usaha memang sulit sehingga perlu usaha, usaha, dan usaha. Perlu sifat sabar dan ulet dalam menghadapi segala permasalahan yang hadir dalam usaha yang kita lakukan. Ada orang yang membicarakan usaha kita dari belakang. Jangan dengan omongan orang lain yang sekiranya bisa membuat kita menjadi lemah dan menyerah.

Sleman, 15 Maret 2016

Wednesday, March 9, 2016

Petang Kehidupan

Air petang hari tanggal 8 Maret 2015 di bawah langit kota Sejuta Harapan mengalir dengan lembut membasahi tubuh yang kering akan percik-percik hikmah. Tubuh yang lemah kian menjadi lemah ketika air mengenangi hamparan jalanan. Kendaraan pun berlalu lalang seenaknya tanpa memperdulikan kanan kirinya.

Pertigaan Pascasarjana menjadi saksi bisu akan pertemuan yang tak disengaja ini. Jalanan yang remang-remang dengan lampu yang tak begitu cerah membuat pandangan kabur. Terlihat tepat di belakangnya sambil mengayuh pedal yang rasanya mau lepas.

“Slayer loreng” adalah julukan yang aku berikan pada sosok misterius itu. Memang rasanya aku tak mengenalnya, namun semangat yang membara di tengah derasnya hujan cobaan membuat aku begitu mengenalnya. Putaran roda berputar semakin cepat dan sepedanya melaju dengan cepat.

Menengok pada sosok diriku yang hampir basah kuyup karena menembus air yang jatuh dari langit. Meski setelah itu aku mengorbankan uang Rp 5000,00 untuk membeli mantel kresek. Alhamdulillah... bisa pulang dan tas terselamatkan.

afifizzatullah.files.wordpress.com

Di tengah jalan ‘rasa kesal’ tiba-tiba menyelimuti diri. Namun, apakah petang kehidupan akan muncul ke permukaan. Jawabannya ada di sosok misterius tadi.

Hujan yang hampir membasahi baju tak membuatnya berhenti untuk berteduh. Semangat mengayuh pedal pun tak luntur oleh tetes air hujan. Mungkin baginya hujan petang ini menenangkan jiwa.

Menilik pada diriku yang sendikit resah oleh hujan yang tak kunjung reda. Membuat aku malu karena kalah semangat oleh “slayer loreng” tadi. Sosok yang tenang melebihi genangan air di jalanan.

Petang hari mengajariku bagaimana cara menyikapi hidup yang terus berputar. Putaran kehidupan membuat yang kecil menjadi besar, yang masih anak-anak menjadi dewasa, dan yang dewasa menjadi menua.

Terima kasih Yaa Allah... Engkau telah menghadirkan “slayer loreng” di kehidupanku di dunia. Semoga setiap kali petang datang hamba bisa memanen butir-butir hikmah yang tersebar di setiap penjuru bumi-Mu. Aamiin...

Sleman, 9 Maret 2016

Jalan Pulang

Sunday, March 6, 2016

Nenek Penanti Setetes Hujan


Nenek yang tak lagi muda itu termangu pilu di sudut ruangan
Tiba-tiba palu hakim terasa pecahkan lamunannya
Hanya persoalan sepele, yaitu dua buah coklat untuk cucunya
Tirai karat menjadi rumahnya selama empat tahun
Keadilan pun seakan berubah menjadi sawah tandus yang berbulan-bulan tak diguyur hujan

Lalu nenek itu bersujud di balik tirai karat
Lembaran koran pun dijadikan alas sholat
Tetes air matanya jatuh pada berita hangat
Tentang bupati korupsi yang dihukum sampai bulan keempat

Dahaga di tengah rintik hujan sore hari membuatnya mengakhiri dengan lantunan do'a;
"Ya Allah, jangan sampai cucuku sekolah tinggi, cukup saja jadi seorang petani"

Sleman, 06 Maret 2016

Wednesday, March 2, 2016

Impian Yang Tak Dirindukan

Ingin aku melukis rindu
tapi aku takut rindu akan menjadi-jadi
ingin aku menulis surat
tapi aku khawatir engkau tak membacanya

Rasa ingin dan ingin
akan selalu ada disetiap insan
termasuk aku

Kapan rindu akan usai?
entah aku pun tak tahu
apa daya diri ini
melawan rindu yang kerap datang

Sudahlah...
jangan merindu sesuatu yang tak pantas dirindukan
rindukanlah Surga-Nya
karena ia adalah sebaik-baik tempat bagi para perindu

Langit kota Jogja tanggal 1 Maret nampak agak sendikit mendung karena sinar matahari terhalangi awan putih. Sempat khawatir saat mencuci pakaian, kering atau nggak ya. Tapi alhamdulillah hujan tak turun sampai waktu petang.

BERJUANG..... adalah sebuah kata yang sangat dekat dengan pengorbanan. Kenapa harus ada pengorbanan disetiap perjuangan? Hal ini karena setiap manusia itu sejati tak bisa melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan. Meskipun bisa tetap saja ada yang dikorbankan.

Pada tulisanku kali ini akan membahas tentang “waktu”. Tema yang sangat simpel dan dipahami banyak orang. Namun apakah mereka benar-benar paham akan waktu itu sendiri?

Goresan tinta yang akan aku tulisan tak terlepas dari nilai-nilai kehidupan dalam film “Flying Colors”. Meski ceritanya sederhana dan berkaitan dengan kehidupan masa remaja yang sukanya main-main dan malas belajar.
www.edutopia.org/blog/celebration-of-learning-ben-johnson


Tokoh utamanya bernama Sayaka. Dia anak yang dianggap bodoh oleh ayahnya sendiri. Berkebalikkan dengan ibu Sayaka (Aachan), ia hanya ingin anaknya bahagia. Sehingga ketika Sayaka di-bullying di sekolahannya terus Sayaka terluka dan sekolah memanggil Aachan. Aachan tidak marah, malah membela Sayaka.

Setelah kejadian itu Aachan mengajak Sayaka pindah sekolah. Sayaka pun dibebaskan memilih sekolahannya (SMP). Di sekolahan yang baru Sayaka belum mempunyai teman sama sekali. Lamban laun ada tiga gadis Sayaka dan akhirnya mereka berempat menjadi teman yang selalu bersama sampai SMA.

Aachan berniat memasukkan Sayaka ke tutor agar dapat lulus ujian masuk universitas. Lalu Sayaka mendapat guru tutor bernama Tsubota. Pertama-tama Sayaka harus menjalani tes awal untuk mengetahui seberapa cerdas kemampuan otaknya. Hasil tesnya sangat luar biasa. Nol besar nilainya.

Akan tetapi, sang guru tetap tersenyum bangga kepada Sayaka. “Hebat sekali. Jawaban seperti baru pertama kali aku lihat,” puji Tsubota kepada Sayaka. Tsubota pun juga berjanji aku membantu Sayaka untuk bisa masuk universitas terbaik, Keio University.

Hari demi hari, siang menjelang malam, malam menjelang siang, dan dari waktu ke waktu Sayaka terus menerus BELAJAR. Teman-temannya pun mengajak main dan bersenang-senang. Jadwal liburan musim panas yang full agenda tak membuat Sayaka lupa akan impian utamanya. Sehingga ia mencuri waktu agar tetap bisa menyempatkan waktu untuk belajar.

Waktu tidur pun ia rela kurangi agar bisa digunakan untuk belajar. Seluruh dinding kamarnya pun tak luput dari korban belajarnya. Kertas berisi catatan tertempel mengelilingi setiap sudut rumahnya. Menjadikan dinding berlapis kertas.

Perjuang Sayaka tak berhenti sampai di situ, selain kesulitan biaya tutor yang mengharuskan ibunya bekerja sambilan. Keluarganya sekarang sedang kacau karena Ryuta (adik Sayaka) tidak mau bermain baseball lagi. Sehingga ayahnya marah besar. Ayahnya dulu mempunyai mimpi menjadi pemain baseball terbaik dan ia ingin meneruskan impiannya lewat Ryuta.

Di tengah usaha kerasnya tiba-tiba Sayaka merasa kosong. Ia bertanya pada sensei-nya. “Tiba-tiba aku tidak tahu untuk apa belajar? Rasanya tidak nyaman.” Sejak saat itu Sayaka tak pernah lagi pergi ke tempat tutor.

Dan apakah Sayaka akan bisa mewujudkan impiannya untuk masuk Keio University? Seperti apakah perjuangan Sayaka menghadapi masa-masa kritis dalam hidupnya?

Thursday, February 25, 2016

Ngantuk

Kusandarkan tubuh yang mulai ngantuk ini di tembok kamar. Ngantuk adalah perkara paling mengiurkan di dunia. Tapi ngantuk juga sebuah perkara paling berbahaya di dunia ini. Karena ia bisa membuat orang yang dulunya rajin menjadi seorang pemalas.

Malam telah larut, tetapi grup WhatsApp tetap saja masih ramai. Suasana asrama pun juga tak kalah ramai. Jam dinding menunjukkan pukul 21.53. Aku pun bersiap-siap mau tidur.

Ketika mata mulai merem melek Hp-ku seakan siap jatuh genggaman tangan yang melemah. Suara jangkrik pun saling bersautan membentuk sebuah alunan melodi kehidupan. Hanya bisa menikmati dan bersyukur.

Mata bertahanlah sejenak sampai aku berhasil menyelesaikan tulisanku hari ini.

Tuesday, February 23, 2016

Galaksi Etossakti

Apakah engkau tahu galaksi bernama Etossakti?

Langit malam membiru
Awan pun mengembara
Melintasi galaksi
Galaksi itu bernama Etossakti
Angin pun menderu-deru
Suasana senyap mulai lenyap

Ayo kawan tetap semangat!

Ketika letih mulai menyapa
Aku melihat sebuah menara nan indah
Di bawahnya mengalir sungai-sungai
Kutapaki anak tangganya
Lalu kulipat lengan tuk berwudhu
Bahagianya duduk di lantai asrama Allah

Terima kasih atas kehadirannya di Silaturrahim KMEJA malam ini
Semoga setiap tapak langkah menuju Duksina menjadi amal penggugur dosa-dosa
Bagi yang sakit dan tak hadir semoga selalu diberi Allah kesehatan dan keselamatan

Selamat beristirahat!
Wahai para pejuang ilmu

Duksina, 23 Februari 2016

Monday, February 22, 2016

Belajar Memulai

Suatu ketika hidup dua anak petani, namanya Ontong dan Untung. Mereka hidup di gubuk kecil di atas padi yang mulai menguning.

Pagi itu Ontong pergi berkeliling ke sawah. Tanpa sengaja ia melewati batas hutan terlarang. Ia memberanikan masuk dan apa yang terjadi. Terlihat danau yang dipenuhi loncatan ikan warna-warni.

Ontong buru-buru pulang dan segera pergi ke pasar untuk membeli berbagai peralatan memancing, seperti pancing, senar, kail, gabus,  dan cacing. Setelah pulang dari pasar ia langsung merebahkan tubuh di pembaringan.

Tiba-tiba Untung datang dan merasa heran dengan barang-barang yang dibawa adiknya. Ontong pun terbangun.

"Kak aku tadi lihat danau yang dipenuhi ikan warna-warni."
"Jadi kamu mau memancingnya dek? Apakah engkau tidak takut mati dimakan Sang Dedemit."
"Tidak kak. Aku hanya takut pada Allah," ucap Ontong dengan tegas.

Keesokan harinya Ontong masih tertidur. Padahal ia mau berburu ikan. Untung berusaha membangunkannya namun tetap saja tak berhasil.

Esok pun kembali menyingsing bumi yang dingin. Terlihat Ontong tertidur dengan pulasnya. Untung menyiram dengan air namun tetap saja tak bangun.

Esok demi esok telah terlewati dan Ontong tetap saja menikmati tidur panjangnya.

373 hari Ontong tertidur. Setelah bangun ia begitu kaget dan kesal kenapa bisa tertidur sampai selama ini. Ia pun bergegas menuju danau namun apa yang terjadi. Benar. Danaunya kering dan ikan telah menjadi bangkai.

***

Jika engkau ingin pandai membaca maka membacalah
Jika engkau ingin pandai melukis maka melukislah

Kawan aku tak sepandai yang kau kira
Jika aku pandai aku tak akan sekolah

Kawan aku hanyalah secuil kotoran yang menyelinap di sela-sela sepatumu
Bersihkanlah aku dengan siraman air kesucian

Jika tulisan ini bermanfaat maka hapuslah semua rasa kesal setelah membaca tulisan ini
 
Kita adalah keluarga maka meringankan tugas sesama itu sebuah keniscayaan

***

Sekretariat KMMP, 22 Februari 2016

Sunday, February 21, 2016

Mungkinkah Dakwah Adalah Jalanku?

Langit kota Sleman siang tiba-tiba redup akibat diguyur air dari langit yang begitu deras. Sehingga banyak lubang di jalanan yang tergenang air. Kaki yang kering dan bersih harus basah dan kotor karena cipratan air. Lalu lalang kendaraan tetap saja meramaikan jalanan yang sepi tuk sementara waktu.
Hari ini aku berusaha menghadirkan raga beserta jiwanya. Untuk memenuhi amanahku sebagai seorang yang meluangkan waktu di dunia dakwah kampus. Tak terasa setengah tahun aku berkecimpung di dalamnya. Dan tak terasa pula hati ini mulai luluh dan cinta kepadanya.
Jangkrik dan kodok saling bersautan di keheningan malam. Mata yang kian merem melek berusaha kutahan agar mampu mengetikan sejarah hidupku hari ini. Aku sangat bersyukur kepada Allah swt. karena izin-Nya aku dipertemukan dengan orang-orang hebat yang meluangkan waktu pribadinya untuk kepentingan umat.
Istiqomah dalam dakwah adalah do'a yang selalu aku lantunkan disetiap hembusan napas ini. Karena sejatinya beriman dan beramal shaleh saja tak cukup. Dakwah harus ada di dalamnya. Dan dakwah yang paling penting adalah mendakwahi diri sendiri agar bisa dekat dengan Sang Pencipta.
Ya Allah kuatkanlah pundak-pundak kami yang kian hari kian lemah.
Ya Allah hilangkanlah badai kemalasan apabila ia datang menerpa kami.
Ya Allah terimalah rasa terima kasih kami atas berbagai macam nikmat yang Engkau tebarkan di muka bumi.
Ya Allah jagalah hati kami agar tidak terinfeksi virus kesombongan.
Ya Allah matikanlah kami dalam keadaan Husnul Khotimah.
Aamiin...
MMD, 20 Februari 2016

Thursday, February 18, 2016

Ketika Wisuda Nanti

Mentari semakin naik ke atas
Membawa sejuta kenangan selama kuliah
Menyeret pikiran agar melangkah kedepan
Setelah menempuh perjalanan panjang
Kini saatnya berhenti sejenak melemaskan sayap-sayap yang mulai rontok
Terpampang jelas impian cita di lembar putih yang aku baru saja aku terima

Tak terasa waktu berlari amat cepat. Jarak pelariannya sudah terlampau jauh tuk aku kejar. Masa usiaku juga bertambah. Keriput di wajahku kian mengerut. Rambut pun ikut memutih.

17 Februari tahun ini begitu berbeda dengan dengan tahun lalu. Entah mengapa itu bisa terjadi. Dulu aku merasakan bahwa wisuda itu hal biasa. Namun, sekarang usiaku kian menua sehingga aku baru merasakan bahwa rasa takut menghadapi wisudaku nanti.

Gemercik suara air yang turun mengenai dahan dan ranting Gadjah Mada. Diselingi rerumputan yang mulai menghijau. Meski basah namun jiwa ini begitu bahagia. Bersama orang-orang tercinta yang menyematkan diri untuk hadir. Mereka adalah kawan seperjuang di kampus perjuangan.

Lukislah warna-warni mimpimu di mega angkasa bersama kepingan ilmu dan pengalaman.
Manfaatkan sisa usia untuk menuju titik kedewasaan.
Roda waktu hanya berputar sekali selamanya dan itu pun putarannya amat cepat.
Maka bergegaslah meraih Ridho-Nya.

Selamat berbahagia

Grha Sabha Pramana
17 Februari 2016

Tuesday, February 16, 2016

Air yang Tergenang

Cahaya malam ini hilang seketika dari pandangan mata. Entah kenapa? Aku tak tahu. Mungkin aku lelah atau mungkin sedang bingung. Hah... cahaya... cahaya.

Ketika aku mau pulang dari perkumpulan dia tiba-tiba menyapaku. Sehingga membuat diri jadi salah tingkah. Hemm... harus ditingkatkan lagi nih perbaikan dirinya. Bagaimana mungkin mau jadi seorang pemimpin sedang diri tidak lebih baik dari yang dipimpin.

Cahaya larut dalam gemericik air dari atas genteng. Tak tahu bagaimana cara merasakan dinginnya malam tanpa senyuman dan kebahagiaan atas perjuangan menuntut ilmu seharian.

Air yang turun dari atas langit lama-lama akan mengenangi halaman depan rumah. Kalau aku mau keluar rumah pasti aku tak sengaja menginjaknya. Terus bagaimana menghindarinya? Jika setiap kali aku berusaha menghindar ia selalu membuntutiku.

Genangan air akan membuat orang yang ikhlas dan sabar menjadi tersenyum bahagia karena tak merasa kesal jika telapak kakinya basah sedikit.

16 Februari 2016
Di Ruang Koran

Friday, February 12, 2016

Perkenalkan Namaku Hama


Aku adalah persoalan yang pertama kali yang ditanyakan petani kepada mahasiswa yang masuk desa. Mahasiswa banyak mempelajariku sehingga aku biasa dikenal dengan matakuliah Dasar-Dasar Ilmu Hama Tumbuhan. Mereka mempelajariku agar mampu menjelaskan dan membedakan, menggolongkan dan menunjukkan ciri-ciri umum jenis-jenisku. Aku biasa didefinisikan sebagai makluk hidup (binatang) yang merusak tumbuhan yang dibudidayakan (tanaman) dan/atau produknya dan merugikan petani.

Para intelektual pun sering menjulukiku sebagai “antroposentris” yang artinya berpusat pada kepentingan manusia.

Orang-orang sering menyebutku sebagai Hama Tumbuhan. Hal ini membuat aku marah karena penggunaan istilah tersebut kurang tepat kalau ditinjau dari sisi definisi. TUMBUHAN adalah semua jenis tetumbuhan yang hidup di biosfir termasuk tumbuhan di ekosistem alami atau tumbuhan yang tidak dibudidayakan manusia.

Penggunaan istilah Hama Tanaman-lah yang lebih aku sukai. Dengan melihat definisinya sebagai berikut: TANAMAN adalah tumbuhan yang diusahakan manusia untuk diambil manfaatnya bagi kehidupan manusia.

Aku pada dasarnya antropogenik, lebih tepat jika digabungkan istilahnya menjadi HAMA TANAMAN, istilah HAMA TUMBUHAN dapat juga dipakai meskipun kurang pas kombinasinya.

Sumber gambar: http://cahndeso-mbangundeso.blogspot.co.id/2011/08/gambar-gambar-hama-tanaman.html

Wednesday, February 3, 2016

Saat Kuraih Embun Negeriku

Namaku Agus Wibowo, berasal dari desa yang kecil di ujung belahan utara Jawa Tengah, yaitu Pati. Pergi menuntut ilmu meninggalkan tanah kelahiran dan keluarga tercinta demi satu tujuan yaitu memajukan pertanian Indonesia. Hal itu tidak akan pernah bisa kulakukan tanpa usaha keras, kesungguhan dan doa orang-orang di sekitarku termasuk kedua orang tuaku dan nenek kakekku tercinta. Mereka setiap harinya selalu memarahiku, namun dibalik semua itu tersimpan sepucuk harapan.

Kesedihan hati selama berpisah dengan mereka tidak lantas memadamkan api semangat dalam diriku. Beberapa hari di Jogja jiwa dan pikiran merasa tidak nyaman rasanya ingin pulang dan ingin pulang. Aku harus bertahan dan bersabar. Semua itu kulakukan untuk mencari rahmat dan ridho Allah semata. Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan dalam menghadapi cobaan kecil ini. Cobaan yang akan menjadi sebuah tantangan untuk senantiasa berkarya dan belajar merawat Indonesia.

Negeri Indonesia adalah negeri dimana aku lahir dan hidup, memijakan kaki, mengirup udara, dan meminum airnya. Itu semua gratis. Betapa malu jiwa raga ini karena belum mampu memberikan setitik embun segar untuk menumbuhkan rumput-rumput gersang bagi rakyat Indonesia. Negeri yang terkenal dengan berjuta-juta keanekaragaman hayati alamnya, belum bisa termanfaatkan, terlestarikan, dan terawat dengan baik. Apa yang kelak aku pertanggungjawabkan nanti di depan Rabb-ku Yang Maha Mengetahui segala perbuatanku selama hidup.

Langit merah berubah menjadi biru akan menjadi saksi perjalanan hidupku mengukir butir-butir mutiara di negeri gersang ini. Kemudian langit berubah menjadi mendung, saat cobaan menghadap diriku. Tidak akan berhenti melangkahkan kaki untuk menapakkan jalan hidupku yang hanya sebentar ini. Kudengarkan lagu kebangsaan negeri Indonesia, hati ini bergetar saat melantunkannya lewat bibir yang dipenuhi kata-kata tanpa tindakan realitis.

Ketika awan hitam bergerak di atas kepala, kutadahkan kedua tangan ke atas sambil berdoa, seraya memohon semoga suatu saat nanti Insya Allah negeri Indonesia akan menjadi negeri yang makmur, rakyatnya sejahtera dan bahagia hidupnya. Tak lama dan tak cepat. Semua itu harus kulakukan dengan sabar, bersabar selama 4 tahun dalam satu jalan menuntut ilmu. Insya Allah akan kuamalkan ilmu yang telah kudapat ini untuk kebaikan negeri ini.

Hilangkan semua ego dalam diri, mengapai sebuah kebersamaan dan kesolidaritasan. Wahai negeriku! Apakah engkau mendengar jeritan waktu yang menderu-deru. Tepisan tangan takkan bisa mengembalikan apa yang telah engkau berikan kepadaku selama hidup. Tapi Allah Maha Membalas semua yang engkau berikan. Aku hanya bisa terus berusaha memberikan setitik manfaat buatmu.

Titik waktu akan membentuk sebuah paradigma kehidupan yang di dalamnya lahir seorang pemuda yang gagah perkasa dan berdiri kokoh di atas puncak menara Indonesia. Akan kuukir sejarah baru. Dan perjuangan ini baru di mulai dari sekarang.

#H-1_Persiapan_Up_Grading_Etos_Jogja_2016
#Bismillah_lebih_baik_lagi_ketika_pulang_nanti

Tuesday, February 2, 2016

Langit Menangis

Banyak orang-orang yang was-was ketika langit berubah menjadi gelap. Mereka bergegas merapikan barang dagangannya.


Ketika titik-titik air jatuh ke permukaan tanah. Jalanan pun dibuat basah olehnya. Sehingga menyebabkan kaki terpeleset olehnya.


Hujan adalah anugerah dari Allah yang Maha Kuasa. Jangan marah karena pakaian kita basah karenanya. Jangan bosan karena harus menunggu hujan reda.


Nikmati dan syukuri setiap tetes air yang jatuh di permukaan tanah. Tetumbuhan menjadi bisa tumbuh. Binatang yang haus dan mau mati dapat kembali hidup.


Hujan adalah anugerah bagi sebagian makluk-Nya yang berada di belahan bumi berbeda. Maka jangan sesekali berkeluh kesah terhadap hujan yang tak kunjung reda.


Hujan
Tetesmu begitu dirindukan
Namun kedatanganmu selalu dijauhi
Maafkan kami yang berdusta padamu


2 Februari 2016
Selasar Rachmiwati

Monday, February 1, 2016

Kota Sejuta Harapan

Pagi ini tanggal 1 Februari 2016, gerimis telah menyambut di pelataran rumah. Rasa malas kerap kali muncul, namun tidak untuk kali ini. Rasa itu sirna seketika oleh tujuan yang begitu kuat, yaitu kembali ke perantauan. Ketika hendak meninggalkan kampung halaman semua rasa bercampur menjadi satu. Rasa bangga, rasa sedih, rasa benci, rasa rindu, dan rasa-rasa lainnya yang kerap menyelimuti hati.

Perjalanan ini dimulai ketika aku melangkahkan kaki keluar rumah. Meninggalkan berbagai macam kesenangan didalamnya untuk menimba pahitnya ilmu. Gerimis masih setia, jalanan dibuatnya basah. Namun, air mataku tak boleh basah seperti jalanan. Aku harus kuat menempuh perjalanan dunia yang hanya sementara ini. Bismillah... aku yakin Allah tidak akan membebani hamba-Nya yang lemah ini diluar batas kemampuannya.

Bis yang aku naiki sebanyak tiga kali, yaitu Pati-Tayu, Surabaya-Semarang, dan Semarang-Yogyakarta. Bis melaju kadang cepat kadang lambat tergantung jalur yang dilewati, ramai atau sepi. Ada yang aneh dalam perjalananku kembali ke kota “Sejuta Harapan”. Pemandangan alam yang mengharu hijau tak mampu menyekat rasa di dalam pikiran. Entah kenapa? Kepala ini pusing kepalang karena menahan emosi yang tak kunjung tumpah.

Dari pintu masuk bis depan, masuklah para pedagang asongan dan pengamen. Itu pemandangan yang biasa bagi sebagian orang. Namun, aku mencoba melihat dari kacamata yang berbeda. Ehh, ternyata selama ini kebanyakan orang menganggap mereka sebelah mata. Maka dari itu, aku mencoba memberikan mereka sendikit rezeki dari Allah swt. yang dititipkan-Nya kepadaku. Senyum mereka, aku balas dengan senyum pula.


Dari perjalanan yang begitu singkat hari ini banyak hikmah-hikmah yang terlewat begitu saja. Rasa kesal kembali menyelimuti kalbu. Tetapi segera diusir oleh cahaya Illahi yang tertanam dalam dada. Cahaya yang selalu terpancar di hati insan yang percaya pada kekuasaan-Nya. 

Sunday, January 31, 2016

Ada Gerimis di Langit Juwana


Tak terasa kita telah lama berpisah
Apakah engkau masih ingat aku?
Kuharap kamu masih menyimpan rapi
Semua kenangan yang pernah kita lalui bersama

Tak banyak berubah ternyata engkau
Masih seperti dulu
Jalanan yang berlubang
Pedagang kaki lima di pinggir jalan
Lalu lalang kendaraan bermotor
Kapal-kapal yang berlabuh
Air sungai yang kecoklatan
Tak banyak berubah

Aku senang bisa berjumpa denganmu hari ini
Wajahmu masih seperti dulu
Tersenyum dan penuh semangat
Gaya bicaramu yang khas
Membuat aku seksama memperhatikanmu

Kerinduan akan kebersamaan kita tempo dulu
Membuat semangat kembali hidup

Wahai air yang menetes dari langit Juwana!
Aku berpesan kepadamu
Tolong sampaikan pada mereka bahwa aku

Akan selalu mengingat nasihat bijak mereka

Saturday, January 30, 2016

Jejak Kerinduan

Tak terasa 18 bulan lamanya aku meninggalkan sekolah tercinta, yaitu SMKN 2 Pati. Sejak 20 Mei 2014 silam, di mana itulah saat terakhir aku memakai baju putih celana biru. Saat di mana tergambar jelas raut wajah kegembiraan dan kebanggaan karena kami angkatan 2014. Lulus 100%. Betapa bangganya kami, wahai Bapak/Ibu Guru tak terbalas jerih payahmu mengajar dan membimbing kami agar menjadi insan-insan yang cerdas dan berkarakter unggul.

 Matahari yang terik pukul 14.08 tak membuat kepala ini kehilangan tujuan. Tujuan utamaku hari ini adalah pergi ke Dinas Pariwisata Kabupaten Pati. Entah kenapa sudah sampai separuh jalan semangat dalam jiwa tiba-tiba lumpuh seketika. I have promise. Jadi aku harus selesaikan misi ini. Motor yang aku kendarai melaju dengan kecepatan rata-rata menyusuri jalan pintas anti polisi yang aku kenal sejak dulu.

Anak-anak sekolah pun memadati jalanan yang kian sempit ini. Mulai dari yang berbaju putih merah sampai putih biru. Tiba-tiba masa lalu yang mengasyikkan itu datang di alam pikiran bawah sadarku. Terasa masih anak kecil aku. Habis sekolah main sebentar dulu. Terus pulang ke rumah. Hah... seperti tak ada beban hidup saja kala itu. Tetapi waktu telah berputar terlampau cepat sehingga langkah kaki yang kian melemah ini tak kuat untuk mengejarnya. Terasa bagaikan tersandung batu saja.

Alhamdulillah, telah sampai di depan Dinas Pariwisata Kabupaten Pati, tetapi suasananya tampak sepi hanya ada satu motor di tempat parkir. Serta pintu-pintu tertutup semua. Dalam hati aku berucap bahwa ini belum rezekiku. Usai memarkirkan motor aku berniat ingin langsung balik saja. Namun, terdengar suara orang di balik tembok paling timur. Tanpa rasa takut aku langsung menuju asal suara itu dan benar ada tiga orang di dalamnya. Mereka berkata bahwa kalau hari sabtu kantor buka sampai pukul 11.00. Dengan hati agak kecewa aku pun berterima kasih kepada mereka karena meminta aku balik besok hari senin.

Jalanan sempit diantara padi yang masih hijau ranum mengingatkanku pada ilmu yang sedang aku tekuni sekarang ini, yaitu Pertanian. Entah 15 bulan bergelut di bidang tersebut belum 100% menyetuh relung hatiku untuk mencintainya. Ya Allah, hamba-Mu ini selalu yakin terhadap apa yang Engkau pilihkan kepada hamba-Mu yang tak pandai bersyukur ini. Sungguh hamba-Mu ini telah kufur terhadap berbagai nkmat yang Engkau limpahkan hamba-Mu ini.

Gerbang yang disangga dua pondasi kokoh, bercat warna merah biru putih, dan bertuliskan “Selamat Datang di SMK Negeri 2 Pati” membuat aku bangga dan bersyukur karena pernah memakan bangku sekolahan di sini. Tak terasa banyak hal yang berubah dari mulai gerbang sampai sampai sudut paling belakang di bagian yang jarang terjamah, yaitu toilet. Semua nampak asing bagiku. Entah kamu juga merasakannya apa yang aku rasakan atau tidak?

Hari ini tanggal 30 Januari 2016 aku hanya bertemu segelintir orang saja. Diantaranya adalah Mas Eko seorang satpam muda yang tak kenal lelah menjaga dan melindungi sekolahan. Pak Totok, Pak Agus, Pak Santo, Pak Yun, Bu Mi’ah, dan Mas Yudi, mereka semua adalah guru bengkel teknik mesin yang selalu aku cintai dan banggakan. Terus adik-adik kelasku yang masih nakal-nakalnya dan suka bercanda tawa. Hehehe...
Mas tukang sapu, meski kita dulu dekat tapi kok kita tidak pernah berkenalan. Yah, tidak apa-apa, yang penting kita saling tegur sapa dan tersenyum bila bertemu. Bu Ratna, terlihat sibuk melatih anak-anak untuk persiapan upacara bendera besok senin jadi belum sempat menyapanya.

Masuk ruang guru tiba-tiba aku langsung diintrogasi sama Bu PKN, maaf Bu murid memang tidak berbakti sampai-sampai lupa namamu. Pukul saja aku! Beliau tanyanya aneh-aneh, mulai dari kuliah di mana dan ambil jurusan apa.

“Kok bisa dulu diterima di Pertanian padahal dulunya jurusan Teknik Mesin.”
“Beasiswa apa? Bagaimana caranya.”
“Lah dari STM kok bisa ngajuin begituan?”
Tapi semua aku jawab dengan tenang, perlahan, dan menyakinkan. Singkat cerita anak beliau ternyata juga kuliah di IPB Fakultas Kedokteran angkatan 2013.

Terakhir aku berkunjung ke guru agamaku waktu SMK dulu, Pak Rojikun. Besar, kuat, lantang, suka ngelucu, dan kadang kala menunjukkan ekspresi marah. Sempat salah rumah dan kesasar tak membuat aku putus asa mencari rumahnya. “Sudah sejauh ini masak aku menyerah tanpa hasil begini saja,” ucapku dalam hati.

Alhamdulillah atas petunjuk dari Allah yang Maha Pemberi Petunjuk ketemu juga rumah beliau. Masuk rumah aku ketuk pintu, ucap salam, duduk setelah dipersilakan, dan meminum air yang disuguhkan. Meski sebentar tapi banyak pelajar yang aku dapatkan sore ini, salah satunya ingat kembali tugasmu sekolah. Sebaris kalimat yang sangat dalam maknanya.

Perjalanan pulang membuat aku terbayang-bayang akan masa lalu. Dimana kala itu aku belum punya pendirian yang teguh, sering ikut-ikutan berbagai kegiatan yang belum pasti manfaatnya. Hanya mementingkan diri sendiri tanpa berpikir bahwa di luar sana masih ada orang yang sangat membutuhkan uluran tanganku.

Salah melangkah bukan berarti kalah
Tapi terlambat dalam menciptakan kemajuan
Agar hidup tak merasa bersalah

Mari kita kuatkan rasa kebersamaan

Menembus Gelapnya Malam

Malam kian larut pertanda saatnya untuk tidur. Itulah hal yang banyak orang lakukan pada malam hari. Apalagi habis kerja seharian. Kasur adalah tempat paling enak untuk menyandarkan tubuh. Meski tempat bersandar paling nyaman dan enak, yaitu pada sang kekasih. Kalau belum punya, ya cukuplah Allah sebagai tempat bersandar atas kesibukan dunia yang tiada usai ini.

Berbicara soal istirahat di malam hari, sama halnya berbicara tentang kebutuhan akan tidur setiap individu. Akan tetapi, ada segilintir orang yang rela mengurangi jatah waktu tidurnya untuk orang lain. Seperti apakah segelintir orang ini? Apakah mereka seperti superhero di TV yang selalu menolong orang dari kejahatan malam. Tentulah tidak kawan.

Mereka hanya seorang manusia biasa seperti kita. Yang membedakan hanya kerelaannya berbagi waktu kepada sesama. Berbagi waktu di sini artinya bukan menghabiskan waktu dengan bercanda ria dengan teman atau sebagainya. Tetapi berbagi waktu di sini adalah bagaimana agar waktu yang sendikit ini dapat digunakan untuk membantu Saudara-Saudara kita di luar sana yang membutuhkan uluran tangan kita.

Hal inilah yang saya alami di komunitas AyoberbagiPati. Sebuah gerakan NGO yang berbasis sosial dan kemanusiaan yang berada di wilayah kabupaten Pati. Anggotanya terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja, wirausahawan, guru, dan ibu rumah tangga. Meskipun dari berbagai golongan tentu tak menjadi hambatan bagi komunitas ini. Asalkan perbedaan dapat dihargai dan tidak mengedepankan ego masing-masing. InsyaAllah perbedaan akan menjadi kekuatan yang hebat.

Ucapan selamat tinggal mengiringi langkah ini karena tanggal 1 Februari 2016 saya harus kembali ke Kota Pelajar. Satu per satu teman-teman di komunitas AyoberbagiPati saya salami dan sekalian minta maaf bila seterusnya saya tidak bisa datang dipertemuan selanjutnya. Dua kali melaksanakan kegiatan bareng bersama mereka seperti mempunyai keluarga kedua saja.

Malam semakin gelap
jalanan pun kian senyap
Boleh jadi esok tak bisa datang rapat
namun kenangan itu kan selalu teringat
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Semoga kedepannya komunitas AyoberbagiPati dapat selalu istiqomah dalam berbagi kebaikan kepada sesama. Anggotanya juga tambah akrab, tambah banyak, dan yang terpenting tetap konsisten. Semoga Allah SWT selalu menguatkan pundak-pundak Saudara/i sekalian dalam memikul amanah yang berat itu.