Wednesday, March 2, 2016

Impian Yang Tak Dirindukan

Ingin aku melukis rindu
tapi aku takut rindu akan menjadi-jadi
ingin aku menulis surat
tapi aku khawatir engkau tak membacanya

Rasa ingin dan ingin
akan selalu ada disetiap insan
termasuk aku

Kapan rindu akan usai?
entah aku pun tak tahu
apa daya diri ini
melawan rindu yang kerap datang

Sudahlah...
jangan merindu sesuatu yang tak pantas dirindukan
rindukanlah Surga-Nya
karena ia adalah sebaik-baik tempat bagi para perindu

Langit kota Jogja tanggal 1 Maret nampak agak sendikit mendung karena sinar matahari terhalangi awan putih. Sempat khawatir saat mencuci pakaian, kering atau nggak ya. Tapi alhamdulillah hujan tak turun sampai waktu petang.

BERJUANG..... adalah sebuah kata yang sangat dekat dengan pengorbanan. Kenapa harus ada pengorbanan disetiap perjuangan? Hal ini karena setiap manusia itu sejati tak bisa melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan. Meskipun bisa tetap saja ada yang dikorbankan.

Pada tulisanku kali ini akan membahas tentang “waktu”. Tema yang sangat simpel dan dipahami banyak orang. Namun apakah mereka benar-benar paham akan waktu itu sendiri?

Goresan tinta yang akan aku tulisan tak terlepas dari nilai-nilai kehidupan dalam film “Flying Colors”. Meski ceritanya sederhana dan berkaitan dengan kehidupan masa remaja yang sukanya main-main dan malas belajar.
www.edutopia.org/blog/celebration-of-learning-ben-johnson


Tokoh utamanya bernama Sayaka. Dia anak yang dianggap bodoh oleh ayahnya sendiri. Berkebalikkan dengan ibu Sayaka (Aachan), ia hanya ingin anaknya bahagia. Sehingga ketika Sayaka di-bullying di sekolahannya terus Sayaka terluka dan sekolah memanggil Aachan. Aachan tidak marah, malah membela Sayaka.

Setelah kejadian itu Aachan mengajak Sayaka pindah sekolah. Sayaka pun dibebaskan memilih sekolahannya (SMP). Di sekolahan yang baru Sayaka belum mempunyai teman sama sekali. Lamban laun ada tiga gadis Sayaka dan akhirnya mereka berempat menjadi teman yang selalu bersama sampai SMA.

Aachan berniat memasukkan Sayaka ke tutor agar dapat lulus ujian masuk universitas. Lalu Sayaka mendapat guru tutor bernama Tsubota. Pertama-tama Sayaka harus menjalani tes awal untuk mengetahui seberapa cerdas kemampuan otaknya. Hasil tesnya sangat luar biasa. Nol besar nilainya.

Akan tetapi, sang guru tetap tersenyum bangga kepada Sayaka. “Hebat sekali. Jawaban seperti baru pertama kali aku lihat,” puji Tsubota kepada Sayaka. Tsubota pun juga berjanji aku membantu Sayaka untuk bisa masuk universitas terbaik, Keio University.

Hari demi hari, siang menjelang malam, malam menjelang siang, dan dari waktu ke waktu Sayaka terus menerus BELAJAR. Teman-temannya pun mengajak main dan bersenang-senang. Jadwal liburan musim panas yang full agenda tak membuat Sayaka lupa akan impian utamanya. Sehingga ia mencuri waktu agar tetap bisa menyempatkan waktu untuk belajar.

Waktu tidur pun ia rela kurangi agar bisa digunakan untuk belajar. Seluruh dinding kamarnya pun tak luput dari korban belajarnya. Kertas berisi catatan tertempel mengelilingi setiap sudut rumahnya. Menjadikan dinding berlapis kertas.

Perjuang Sayaka tak berhenti sampai di situ, selain kesulitan biaya tutor yang mengharuskan ibunya bekerja sambilan. Keluarganya sekarang sedang kacau karena Ryuta (adik Sayaka) tidak mau bermain baseball lagi. Sehingga ayahnya marah besar. Ayahnya dulu mempunyai mimpi menjadi pemain baseball terbaik dan ia ingin meneruskan impiannya lewat Ryuta.

Di tengah usaha kerasnya tiba-tiba Sayaka merasa kosong. Ia bertanya pada sensei-nya. “Tiba-tiba aku tidak tahu untuk apa belajar? Rasanya tidak nyaman.” Sejak saat itu Sayaka tak pernah lagi pergi ke tempat tutor.

Dan apakah Sayaka akan bisa mewujudkan impiannya untuk masuk Keio University? Seperti apakah perjuangan Sayaka menghadapi masa-masa kritis dalam hidupnya?

No comments:

Post a Comment