Wednesday, March 16, 2016

Pengusaha Warung Makan Bu Mardi 4T



Kelompok Kewirausahaan
 Tanggal 15 Maret 2016 kami melakukan wawancara pengusaha warung makan. Namanya adalah Ibu Mardi. Beliau sekarang berumur 43 tahun. Diusia yang tak lagi muda ini beliau masih semangat menjalankan bisnis warung makan bersama sang suami tercinta, Pak Mardi. Ibunya suka dipanggil Bu Mardi, mengikuti nama suaminya. Hal ini karena sudah menjadi tradisi di masyarakat daerah sana. Sehingga tak heran kalau mencari dengan nama asli Bu Mardi malah susah ketemunya.
            Sudah 10 tahun lamanya Bu Mardi menekuni usaha warung makan. Pertama kali dulu usaha beliau diawali dengan jualan nasi goreng di warung kecil di rumahnya. Setelah dipikir-pikir beliau memutuskan untuk pindah tempat. Lalu dipilihlah tempat baru yaitu Jalan Kaliurang km.5, cukup jauh dari rumahnya di km.7. Namun, tak disangka bahwa usahanya bisa seramai seperti sekarang ini.
Dulu saat pertama jualan di tempat yang baru pelangan masih sepi. Saat pelanggan lama tahu bahwa beliau pindah tempat jualan maka mereka berbondong-bondong datang ke sana. Bu Mardi tidak perlu repot-repot untuk mempromosikan tempat jualan barunya itu. Karena setiap kali orang yang datang mesti menceritakan masakan di warung makan beliau yang enak juga terjangkau harganya. Kebanyakan pelanggan beliau adalah mahasiswa sehingga sangat mudah promosi dari mulut ke mulut.
Tempat baru yang dipakai Bu Mardi untuk jualan adalah tanah sewaan. Alhamdulillah... beliau sangat bersyukur karena mendapat harga sewa per tahun yang relatif murah, yaitu Rp 6 juta per tahun. Harga yang tergolong murah di tengah meningkatnya harga sewa tanah di kota besar seperti Yogyakarta. Meskipun murah tapi bangunan dan tanah yang disewakan tidak boleh didirikan bangunan yang permanen dan dilarang melebarkan gubuk tempat makan.


Warung Makan Bu Mardi
Menu yang ada di warung makan Bu Mardi dulunya belum ada terong. Namun, tetangga yang punya tanah sewaan memberikan saran untuk mencoba menu baru dengan bahan baku terong. Dan akhirnya terciptalah menu terong goreng yang menjadi salah satu menu paling diminati orang-orang. Inilah menjadikan warung tersebut bernama 4T, karena di sana ada menu Tempe, Tahu, Telur, dan Terong.
Bu Mardi mendapat penghasilan kotor per hari sekitar Rp 1,5 juta. Beliau mempunyai karyawan berjumlah 5 orang dan itu karyawan beliau adalah tetangga dekatnya. Dengan penghasilan bersih yang tidak terlalu banyak karena digunakan untuk mengaji karyawan beliau dan membeli bahan baku lagi. Beliau mempunyai prinsip yang sangat bijak. “Untung sendikit tidak apa-apa, yang penting pelanggan suka.”
Masalah bahan baku adalah persoalan setiap hari yang pasti dihadapi Bu Mardi. Salah satu cara agar bahan baku tetap tersedia adalah dengan menjalin hubungan penjual bahan baku. Setiap hari beliau selalu memesankan sayuran, ikan lele, beras, minyak goreng, dan lain-lain. Apabila ada penjual yang stok bahan bakunya habis atau menipis maka Bu Mardi mencoba menghubungi penjual yang lain. Sehingga setiap hari beliau tidak bisa dari SMS.
Sebagai pemilik warung makan Bu Mardi senang membantu karyawanmya mempersiapkan makanan. Setiap saat beliau juga membantu kinerja karyawannya. Barang yang dimasak berasal dari pasar sehingga masih segar semua. Selain itu, untuk sambal tomat racikannya beliau racik sendiri dan tidak membolehkan dimasak karyawannya. Sehingga, rasanya tetap terjaga keasliannya dan kelezatannya.
Menjadi pengusaha itu tidaklah mudah, harus mengalami banyak kesulitan dan kegagalan. Awal memulai sebuah usaha memang sulit sehingga perlu usaha, usaha, dan usaha. Perlu sifat sabar dan ulet dalam menghadapi segala permasalahan yang hadir dalam usaha yang kita lakukan. Ada orang yang membicarakan usaha kita dari belakang. Jangan dengan omongan orang lain yang sekiranya bisa membuat kita menjadi lemah dan menyerah.

Sleman, 15 Maret 2016

No comments:

Post a Comment