Pagi
ini tanggal 1 Februari 2016, gerimis telah menyambut di pelataran rumah. Rasa malas
kerap kali muncul, namun tidak untuk kali ini. Rasa itu sirna seketika oleh
tujuan yang begitu kuat, yaitu kembali ke perantauan. Ketika hendak
meninggalkan kampung halaman semua rasa bercampur menjadi satu. Rasa bangga,
rasa sedih, rasa benci, rasa rindu, dan rasa-rasa lainnya yang kerap
menyelimuti hati.
Perjalanan
ini dimulai ketika aku melangkahkan kaki keluar rumah. Meninggalkan berbagai
macam kesenangan didalamnya untuk menimba pahitnya ilmu. Gerimis masih setia,
jalanan dibuatnya basah. Namun, air mataku tak boleh basah seperti jalanan. Aku
harus kuat menempuh perjalanan dunia yang hanya sementara ini. Bismillah... aku
yakin Allah tidak akan membebani hamba-Nya yang lemah ini diluar batas
kemampuannya.
Bis
yang aku naiki sebanyak tiga kali, yaitu Pati-Tayu, Surabaya-Semarang, dan
Semarang-Yogyakarta. Bis melaju kadang cepat kadang lambat tergantung jalur
yang dilewati, ramai atau sepi. Ada yang aneh dalam perjalananku kembali ke
kota “Sejuta Harapan”. Pemandangan alam yang mengharu hijau tak mampu menyekat
rasa di dalam pikiran. Entah kenapa? Kepala ini pusing kepalang karena menahan
emosi yang tak kunjung tumpah.
Dari
pintu masuk bis depan, masuklah para pedagang asongan dan pengamen. Itu pemandangan
yang biasa bagi sebagian orang. Namun, aku mencoba melihat dari kacamata yang
berbeda. Ehh, ternyata selama ini kebanyakan orang menganggap mereka sebelah
mata. Maka dari itu, aku mencoba memberikan mereka sendikit rezeki dari Allah
swt. yang dititipkan-Nya kepadaku. Senyum mereka, aku balas dengan senyum pula.
Dari
perjalanan yang begitu singkat hari ini banyak hikmah-hikmah yang terlewat
begitu saja. Rasa kesal kembali menyelimuti kalbu. Tetapi segera diusir oleh
cahaya Illahi yang tertanam dalam dada. Cahaya yang selalu terpancar di hati
insan yang percaya pada kekuasaan-Nya.
Cerita anak rantau
ReplyDeleteCerita anak rantau
ReplyDeleteKeren ceritanya... ngebayangin sedang on the way
ReplyDelete