Sunday, December 9, 2018

SOTO TANPA TOMAT (2)

"Ada banyak cara untuk Allah pertemukan hamba-hamba-Nya".

Perempuan itu masih saja diam. Maka aku mencoba memakai jurus lain.

"Namaku Mada," ucapku sambil menyodorkan tangan.
Perempuan itu kaget. Kedua tangannya mendekap di depan dada. Tak membalas jabat tanganku.
"Rara," balasnya pelan.
Aku salah tingkah untuk kedua kalinya. Aku berusaha tenang. Dengan mengambil nafas dalam-dalam.

"Pastinya ada alasan kenapa seorang laki-laki diberi nama Mada," tanya perempuan itu tiba-tiba.
Harapan baru. Aku kembali bersemangat.

"Mada diambil dari nama Mahapatih Gajah Mada yaitu seorang panglima perang yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Semangat dan tekad mempersatukan Nusantara yang kuat dan hebat".
"Ibuku memberi nama Mada dengan harapan seperti itu, menjadi pemersatu di tengah perpecahan yang melanda negeri ini".

Perempuan itu tersenyum sopan mendengar apa yang aku jelaskan.
¤ ¤ ¤

Kisah ini berakhir dengan kumandang adzan magrib.

Lalu aku menuju kasir.
"Soto ayam dan air hangat Mas".
"Sudah terbayarkan".
"Hah... oleh siapa Mas," tanyaku kaget.
"Oleh teman Mas".
"Teman?".
"Iya... perempuan yang duduk berseberangan dengan Mas tadi loh".
"Innalillah walhamdulillah".

Aku merasa malu sekaligus bersyukur atas semua kejadian sore itu.
Sejak saat itu aku selalu bersyukur dan rindu datangnya hujan. Mau gerimis, hujan lebat, atau angin badai. Semua harus disyukuri. Karena ada kebaikan di dalamnya.
.
.
Yogyakarta, 05 Desember 2018
.
.
*Tulisan terinspirasi dari Hujan Matahari karya @kurniawan_gunadi

No comments:

Post a Comment