Energi seperti air mengalir.
Cahaya tidak ada bayangan.
Pedang tidak ada bekas.
Menembus laut.
"Kamu sudah tidak punya banyak waktu. Lupakanlah dendam dan kebencian. Mungkin masih ada peluang," pesan kakek penjaga gunung Yao (segala obat penyakit ada di sana).
Setelah turun gunung Can Se merenungi hidup, yang banyak membunuh orang dan demi uang juga membunuh.
Di perjalanannya Can Se bertemu pedagang. Lalu ia beli dagangan beserta kudanya.
"Kau mau mati di mana?" tanya Can Se.
"Pai Hua Lin di desa Ku Hai. Di sana cantik sekali," jawab pedagang.
Can Se melihat seorang penggali kuburan.
"Penjaga kuburan. 100 tael, membeli tempat tinggal dan pekerjaanmu," pinta Can Se.
"Uang... sudah tak ada gunanya. Kubur aku dengan baik. Aku berikan kepadamu," jawab penggali kuburan.
Lalu Can Se merawat si penggali, ketika sudah tak bernafas. Dia lalu menguburkannya.
Tiap malam Can Se tidur peti mati yang dibelinya, juga disampingnya ada batu nisan bertuliskan namanya.
![]() |
| Foto Yeh Shih San (kiri) dan Ah Chi (kanan) |
Dengan penyakit yang diderita dan tinggal hitungan waktu saja. Can Se bertekad menjadi pribadi yang tidak egois lagi.
Ia sedikit demi sendiri belajar hidup berdampingan dengan warga di daerah ia tinggal. Terlihat dari keakrabannya sama anak-anak. Mulai dari membagikan permen gratis.
Ia juga membantu warga yang tertidas para penguasa saat itu.
Ia pun mulai dikenal warga dan diakui bagian dari mereka.
***
Silakan diambil moral story nya. Jika kurang paham. Bertanyalah.
Inspirasi cerita by film Sword Master.

No comments:
Post a Comment