Sunday, January 31, 2016

Ada Gerimis di Langit Juwana


Tak terasa kita telah lama berpisah
Apakah engkau masih ingat aku?
Kuharap kamu masih menyimpan rapi
Semua kenangan yang pernah kita lalui bersama

Tak banyak berubah ternyata engkau
Masih seperti dulu
Jalanan yang berlubang
Pedagang kaki lima di pinggir jalan
Lalu lalang kendaraan bermotor
Kapal-kapal yang berlabuh
Air sungai yang kecoklatan
Tak banyak berubah

Aku senang bisa berjumpa denganmu hari ini
Wajahmu masih seperti dulu
Tersenyum dan penuh semangat
Gaya bicaramu yang khas
Membuat aku seksama memperhatikanmu

Kerinduan akan kebersamaan kita tempo dulu
Membuat semangat kembali hidup

Wahai air yang menetes dari langit Juwana!
Aku berpesan kepadamu
Tolong sampaikan pada mereka bahwa aku

Akan selalu mengingat nasihat bijak mereka

Saturday, January 30, 2016

Jejak Kerinduan

Tak terasa 18 bulan lamanya aku meninggalkan sekolah tercinta, yaitu SMKN 2 Pati. Sejak 20 Mei 2014 silam, di mana itulah saat terakhir aku memakai baju putih celana biru. Saat di mana tergambar jelas raut wajah kegembiraan dan kebanggaan karena kami angkatan 2014. Lulus 100%. Betapa bangganya kami, wahai Bapak/Ibu Guru tak terbalas jerih payahmu mengajar dan membimbing kami agar menjadi insan-insan yang cerdas dan berkarakter unggul.

 Matahari yang terik pukul 14.08 tak membuat kepala ini kehilangan tujuan. Tujuan utamaku hari ini adalah pergi ke Dinas Pariwisata Kabupaten Pati. Entah kenapa sudah sampai separuh jalan semangat dalam jiwa tiba-tiba lumpuh seketika. I have promise. Jadi aku harus selesaikan misi ini. Motor yang aku kendarai melaju dengan kecepatan rata-rata menyusuri jalan pintas anti polisi yang aku kenal sejak dulu.

Anak-anak sekolah pun memadati jalanan yang kian sempit ini. Mulai dari yang berbaju putih merah sampai putih biru. Tiba-tiba masa lalu yang mengasyikkan itu datang di alam pikiran bawah sadarku. Terasa masih anak kecil aku. Habis sekolah main sebentar dulu. Terus pulang ke rumah. Hah... seperti tak ada beban hidup saja kala itu. Tetapi waktu telah berputar terlampau cepat sehingga langkah kaki yang kian melemah ini tak kuat untuk mengejarnya. Terasa bagaikan tersandung batu saja.

Alhamdulillah, telah sampai di depan Dinas Pariwisata Kabupaten Pati, tetapi suasananya tampak sepi hanya ada satu motor di tempat parkir. Serta pintu-pintu tertutup semua. Dalam hati aku berucap bahwa ini belum rezekiku. Usai memarkirkan motor aku berniat ingin langsung balik saja. Namun, terdengar suara orang di balik tembok paling timur. Tanpa rasa takut aku langsung menuju asal suara itu dan benar ada tiga orang di dalamnya. Mereka berkata bahwa kalau hari sabtu kantor buka sampai pukul 11.00. Dengan hati agak kecewa aku pun berterima kasih kepada mereka karena meminta aku balik besok hari senin.

Jalanan sempit diantara padi yang masih hijau ranum mengingatkanku pada ilmu yang sedang aku tekuni sekarang ini, yaitu Pertanian. Entah 15 bulan bergelut di bidang tersebut belum 100% menyetuh relung hatiku untuk mencintainya. Ya Allah, hamba-Mu ini selalu yakin terhadap apa yang Engkau pilihkan kepada hamba-Mu yang tak pandai bersyukur ini. Sungguh hamba-Mu ini telah kufur terhadap berbagai nkmat yang Engkau limpahkan hamba-Mu ini.

Gerbang yang disangga dua pondasi kokoh, bercat warna merah biru putih, dan bertuliskan “Selamat Datang di SMK Negeri 2 Pati” membuat aku bangga dan bersyukur karena pernah memakan bangku sekolahan di sini. Tak terasa banyak hal yang berubah dari mulai gerbang sampai sampai sudut paling belakang di bagian yang jarang terjamah, yaitu toilet. Semua nampak asing bagiku. Entah kamu juga merasakannya apa yang aku rasakan atau tidak?

Hari ini tanggal 30 Januari 2016 aku hanya bertemu segelintir orang saja. Diantaranya adalah Mas Eko seorang satpam muda yang tak kenal lelah menjaga dan melindungi sekolahan. Pak Totok, Pak Agus, Pak Santo, Pak Yun, Bu Mi’ah, dan Mas Yudi, mereka semua adalah guru bengkel teknik mesin yang selalu aku cintai dan banggakan. Terus adik-adik kelasku yang masih nakal-nakalnya dan suka bercanda tawa. Hehehe...
Mas tukang sapu, meski kita dulu dekat tapi kok kita tidak pernah berkenalan. Yah, tidak apa-apa, yang penting kita saling tegur sapa dan tersenyum bila bertemu. Bu Ratna, terlihat sibuk melatih anak-anak untuk persiapan upacara bendera besok senin jadi belum sempat menyapanya.

Masuk ruang guru tiba-tiba aku langsung diintrogasi sama Bu PKN, maaf Bu murid memang tidak berbakti sampai-sampai lupa namamu. Pukul saja aku! Beliau tanyanya aneh-aneh, mulai dari kuliah di mana dan ambil jurusan apa.

“Kok bisa dulu diterima di Pertanian padahal dulunya jurusan Teknik Mesin.”
“Beasiswa apa? Bagaimana caranya.”
“Lah dari STM kok bisa ngajuin begituan?”
Tapi semua aku jawab dengan tenang, perlahan, dan menyakinkan. Singkat cerita anak beliau ternyata juga kuliah di IPB Fakultas Kedokteran angkatan 2013.

Terakhir aku berkunjung ke guru agamaku waktu SMK dulu, Pak Rojikun. Besar, kuat, lantang, suka ngelucu, dan kadang kala menunjukkan ekspresi marah. Sempat salah rumah dan kesasar tak membuat aku putus asa mencari rumahnya. “Sudah sejauh ini masak aku menyerah tanpa hasil begini saja,” ucapku dalam hati.

Alhamdulillah atas petunjuk dari Allah yang Maha Pemberi Petunjuk ketemu juga rumah beliau. Masuk rumah aku ketuk pintu, ucap salam, duduk setelah dipersilakan, dan meminum air yang disuguhkan. Meski sebentar tapi banyak pelajar yang aku dapatkan sore ini, salah satunya ingat kembali tugasmu sekolah. Sebaris kalimat yang sangat dalam maknanya.

Perjalanan pulang membuat aku terbayang-bayang akan masa lalu. Dimana kala itu aku belum punya pendirian yang teguh, sering ikut-ikutan berbagai kegiatan yang belum pasti manfaatnya. Hanya mementingkan diri sendiri tanpa berpikir bahwa di luar sana masih ada orang yang sangat membutuhkan uluran tanganku.

Salah melangkah bukan berarti kalah
Tapi terlambat dalam menciptakan kemajuan
Agar hidup tak merasa bersalah

Mari kita kuatkan rasa kebersamaan

Menembus Gelapnya Malam

Malam kian larut pertanda saatnya untuk tidur. Itulah hal yang banyak orang lakukan pada malam hari. Apalagi habis kerja seharian. Kasur adalah tempat paling enak untuk menyandarkan tubuh. Meski tempat bersandar paling nyaman dan enak, yaitu pada sang kekasih. Kalau belum punya, ya cukuplah Allah sebagai tempat bersandar atas kesibukan dunia yang tiada usai ini.

Berbicara soal istirahat di malam hari, sama halnya berbicara tentang kebutuhan akan tidur setiap individu. Akan tetapi, ada segilintir orang yang rela mengurangi jatah waktu tidurnya untuk orang lain. Seperti apakah segelintir orang ini? Apakah mereka seperti superhero di TV yang selalu menolong orang dari kejahatan malam. Tentulah tidak kawan.

Mereka hanya seorang manusia biasa seperti kita. Yang membedakan hanya kerelaannya berbagi waktu kepada sesama. Berbagi waktu di sini artinya bukan menghabiskan waktu dengan bercanda ria dengan teman atau sebagainya. Tetapi berbagi waktu di sini adalah bagaimana agar waktu yang sendikit ini dapat digunakan untuk membantu Saudara-Saudara kita di luar sana yang membutuhkan uluran tangan kita.

Hal inilah yang saya alami di komunitas AyoberbagiPati. Sebuah gerakan NGO yang berbasis sosial dan kemanusiaan yang berada di wilayah kabupaten Pati. Anggotanya terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja, wirausahawan, guru, dan ibu rumah tangga. Meskipun dari berbagai golongan tentu tak menjadi hambatan bagi komunitas ini. Asalkan perbedaan dapat dihargai dan tidak mengedepankan ego masing-masing. InsyaAllah perbedaan akan menjadi kekuatan yang hebat.

Ucapan selamat tinggal mengiringi langkah ini karena tanggal 1 Februari 2016 saya harus kembali ke Kota Pelajar. Satu per satu teman-teman di komunitas AyoberbagiPati saya salami dan sekalian minta maaf bila seterusnya saya tidak bisa datang dipertemuan selanjutnya. Dua kali melaksanakan kegiatan bareng bersama mereka seperti mempunyai keluarga kedua saja.

Malam semakin gelap
jalanan pun kian senyap
Boleh jadi esok tak bisa datang rapat
namun kenangan itu kan selalu teringat
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Semoga kedepannya komunitas AyoberbagiPati dapat selalu istiqomah dalam berbagi kebaikan kepada sesama. Anggotanya juga tambah akrab, tambah banyak, dan yang terpenting tetap konsisten. Semoga Allah SWT selalu menguatkan pundak-pundak Saudara/i sekalian dalam memikul amanah yang berat itu.

Thursday, January 28, 2016

SYUKUR

Ketika mata
menengadah ke langit
Bintang-bintang
tak lagi berkelap-kelip  
Kunang-kunang pun
menyembunyikan cahayanya  
Rembulan pun
tak mau menampakkan diri  
Mendung di malam hari
membuat semuanya terasa
mati dan sepi  

Duhai jiwa yang kesepian!
Perhatikanlah
keagungan penciptaannya itu  
Begitu banyak macamnya,
beraneka ragam
dan berbeda cara berfungsinya
Sampai-sampai
aku tak mampu menghitungnya  
Hanya syukur yang bisa terucap
lewat lisan yang kering ini 

#OneDayOnePost
#HariPertama

Sunday, January 3, 2016

Anak Jalan Bukit Jurang

Segera kami kemasi barang untuk segera bergegas pergi. Satu tas masing-masing dari kami dirasa cukup. Teriknya siang ini membuat kami sedikit gentar untuk memulai perjalanan. Namun, yah, sudahlah, tidak ada banyak pilihan bagi kami. Kami harus segera menemukan anak itu. Tim 5 orang mungkin akan mempermudah pencarian.

      Kami berangkat dengan truk dan diturunkan tepat di mana anak itu terakhir terlihat dan lantas menghilang tiba-tiba. Di tepi jalan dimana ada jurang di satu sisi, dan bukit tinggi terjal di sisi lainnya. Kami menyusun rencana tepat di tepi jala sepi tersebut, tak lupa kami tancapkan bendera oranye sebagai check point. Berlindung dibalik bayangan bukit dari panasnya matahari siang itu dengan suguhan pemandangan perkotaan yang nampak jelas dari sisi jurang.

      Kami putuskan untuk tidak berpencar mengingat minimnya pengetahuan kami tentang daerah ini dan kurangnya infrastruktur yang memadahi jika terjadi sesuatu pada kami saat tersesat. Kami membagi daerah pencarian menjadi dua, turun jurang, dan naik susuri bukit. Kami sepakat agar Nyoman menjadi pendahulu untuk turun jurang, memasang pengaman dan peralatan yang dibutuhkan, disusul dengan Fadil yang akan membawa turun semua barang-barang yang kami bawa, kemudian Christi, Yin dan aku menyusul.

      Menuruni jurang sudah kami mulai, beberapa pepohonan yang tumbuh di lahan vertikal memungkinkan anak itu tersangkut. Sehingga kami memperlebar area penjelajahan di permukaan vertikal. Butuh tenaga Ekstra, bahkan untuk tiga laki-laki sekalipun. Yin dan Christi menjaga pos pengamatan bergelantungan di tebing dengan teropong dan melihat sekeliling.

      Setelah 15 menit pencarian, Nyoman memutuskan untuk turun ke bawah memeriksa dasar jurang. Setengah jalan Nyoman turun, kami mendengar teriakan Christi. Pandanganku cepat mengarah ke arah tempat mereka bergelantungan, tidak kulihat Yin disana. Nyoman berteriak memanggil namaku. Kulihat ke arah suara Nyoman berasal, tepat di atasnya Yin tersangkut sebuah akar dan tangannya berdarah hebat. Formasi kami kacau, Fadil melempar kotak P3Knya ke arah Nyoman, dengan sigap ditangkap dan ia keluarkan apa yang perlu untuk menolong cidera yang dialami Yin. Aku rapling cepat ke arah Yin tersangkut dan segera meraih safety beltnya untuk kukaitkan. Kini dari jarak dekat aku jelas melihat bahwa pendarahan itu memang luka parah, luka terbuka di lengan kanan bawahnya.

      Suasana semakin panik, kuinstruksikan seluruh tim turun ke bawah jurang bersama semua barang-barang. Kubawa Yin turun perlahan dan kemudian diberikan pertolongan pertama oleh Nyoman. Wajah Yin nampak shock dan kesakitan, kami berikan morphin secukupnya agar rasa sakit berkurang. Namun itu beresiko mengurangi kesadarannya dan pastinya menghambat misi pencarian. Kami baringkan Yin di tandu darurat untuk kemudian berdiskusi untuk menentukan langkah selanjutnya.

      Ditengah diskusi, tanpa kami sangka Yin sudah berdiri di sisi tandu dengan teropong dan berteriak.
"Itu anaknya disana ! di bukit !". Sontak kurebut teropong Yin untuk melihat ke arah bukit, teman-teman lain juga melihat ke atas dengan teropong. Kemudian Nyoman berteriak

"Dia disana ! di sisi bukit !". Kulihat arah pandang Nyoman dan mengikuti arah pandangnya untuk melihat ke arah itu berharap anak itu terlihat. Belum sempat melihatnya, Fadil mendorong tubuhku cepat dan teropongku jatuh.

      Tubuh Fadil tertimpa sebuah batang pohon, tepat di depan mataku. Batang itu jatuh dari tepi jalan di atas jurang. Telungkup dengan batang pohon besar menindih di atas punggungnya, tubuhnya tidak terluka, namun keningnya berdarah. Evakuasi cepat kami lakukan dan pertolongan pertama dari Nyoman segera dilakukan. Mengejutkan, dengan satu tangan terluka dan teknik khusus, Yin sudah mendaki setengah lereng jurang.
"Yin !!" seru Fadil dengan nada emosi.

      Tidak ada pilihan, kami menyusul Yin yang semakin jauh ke atas. Setibanya di jalan raya terjadi pertengkaran antar kawan Yin dengan Fadil yang jelas ku abaikan. Otakku terlalu sibuk berfikir apa yang harus kami lakukan dengan suasana yang makin sore di tepi jalan ini. Christi melakukan hal yang serupa denganku, sementara Nyoman sibuk merapikan barang-barang. Dilemparkan sebuah tongkat ke arahku oleh Nyoman.

“Anak itu di atas bukit, aku melihatnya dari teropong” sembari melemparkan tongkat kedua.
“Aku juga melihatnya tadi. Sekarang kita sudah disini, yang kita bisa hanya mengejar anak itu ke atas bukit” jawab Christi sambil menggendong tas carrier nya dan mengambil satu tongkat dan bergegas mendaki bukit.

      Masih dengan wajah bertengkar dan tanpa sepatah kata, Fadil dan Yin masing-masing mengambil satu tongkat dari Nyoman dan lantas menuju ke atas bukit. Meninggalkan Nyoman yang berwajah bingung menghadapi tingkah mereka berdua yang sama-sama sedang terluka. Kutepuk pundak Nyoman dan berkata “Masih ada satu tongkat untukku dan satu untukmu. Mereka tidak bisa selamat tanpa kita berdua.” Kamipun menyusul dan turut mendaki bukit.

      Sudah lebih setengah jam kami mendaki mengikuti ingatan kami tentang posisi anak itu, kami mencoba memperlebar penyisiran dengan berjalan berjajar. Namun masih nihil juga. Sesekali kami saling menatap kiri kanan ke rekan sebelah kami namun respon mereka hanya geleng kepala. Bahkan hingga kami tiba dipuncak Bukit kami tak mendapat hasil. Nyoman dan Christi terlihat lelah dan pucat, mereka beristirahat bersandar di sebuah batu besar. Sisanya melihat sekitar dengan teropong.

      Berdiri dari sandarannya, Nyoman dan Christi bergegas menuju sebuah asap di sebelah Timur. Terlihat api kecil menyala di semak-semak. Sebagai pecinta alam, mereka mungkin berinisiatif untuk memadamkan api itu. Entah kenapa tindakan sederhana mereka menarik perhatianku dari teropong dan pengamatanku. Namun aku kembali fokus ke pengamatanku, dan terdengar suara ledakan kecil beruntun. Ternyata asap itu berasal dari bubuk mesiu yang menjadi penyulut api kecil di semak itu.

      Nyoman dan Christi terluka, luka bakar di kedua telapak tangan mereka. Segera kuambilkan Hydrocortison di medical kit dan kuoleskan pada luka mereka dan kuperban rapat dengan kasa. Sementara itu Fadil dan Yin memadamkan api yang sudah kehabisan mesiunya yang sudah meletup tak bersisa. Aku masih tak habis fikir bagaimana bisa ada bubuk mesiu di atas bukit yang hijau alami ini. Kami berkumpul melingkar dan kulihat hanya tubuhku satu-satunya yang tak diperban.

      Tiba-tiba HT berbunyi. “Regu penyelamat harap segera kembali ke basecamp, misi dibatalkan karena sudah mencapai batas tempo. Diulangi, regu penyelamat kembali ke basecamp. Ganti”. “Roger Pak, kami segera merapat” jawabku. Jelas tanpa aba-aba kami turun kembali ke jalan agar truk bisa kembali menjemput kami di tempat kami diturunkan. Menuruni bukit terasa begitu mudah dan lancar setelah semua perjuangan di lereng dan bukit tadi. Sebentar saja kami sudah bisa melihat jalan dan bendera yang kami tancapkan saat turun dari truk sebagai penanda.

      Sialnya di bawah bendera itu kami melihat anak itu. Terduduk rileks sambil memandang ke pemandangan kota di arah jurang. Anak panda itu yang harus kami temukan karena hanya tinggal beberapa ekor di dunia ini. Anak panda itu penyebab terlukanya timku. Aku berlari senang manghampiri anak panda itu, sementara rekan-rekan hanya menatapku tersenyum dan tetap berjalan santai. Tepat di tengah jalan kudengar suara klakson truk penjemput kami dari arah kananku. Kulihat ke sebelah kanan dan truk itu sudah berjarak 2 jari dari tubuhku melaju dengan kencang. Tubuhku terhempas tertabrak truk penjemput kami sendiri. Mulutku serasa asin amis saat aku terkapar di tanah. Kulihat darah mengalir di aspal jalan itu berasal dari tubuhku. Dingin dan gelap.  

NB: Selesai dibaca Bowo tanggal 3 Januari 2016, pukul 16.13.

Ditulis oleh Rezza Abdurrahman Ibnu Aziz