Satu temu
mengantarkan temu yang lain. Tak terasa sudah kali kesepuluh aku menulis sebuah
episode kehidupan, TEMU namanya.
Ahad 12 Agustus 2018, kuawali hari dengan adzan mendengar adzan shubuh berkumandang. Hari ini terasa berat untuk kulalui, karena lelah dan malas tiba-tiba menyerang.
Lekas mandi pagi. Itu obat satu-satunya. Meski dingin kudu dipaksa. Dingin cuman sebentar. Habis itu badan segar dan semangat mekar.
Agenda pertama, pukul 06.00-08.00 adalah mempersiapkan dan menjaga stand “Bimbel Bahasa Inggris Termurah di Indonesia” di blok C IV/136 (rumah Pak RT).
Hal yang aku dapat dari kejadian ini, yaitu tentang meremehkan waktu. Pukul 05.30 harusnya aku sudah mandi dan sarapan. Nah ini... malah santai-santai, tiduran, dan main gawai. Pukul 05.45 baru mandi. Akibatnya telat datang dan rasa lapar menyiksa.
Mr. Yono, pemilik Bimbel ini aku banyak belajar darinya. Beliau suka menyapa, ramah, dan setiap kali tersenyum seperti ada energi yang mengalir, yang menghidupkan semangat.
Agenda kedua, pukul 08.30-10.30 perjalanan menuju tempat budidaya cacing dan pembuatan pupuk kascing (IG: @jw_cacing). Perjalanan jauh ini tidak sendirian. Aku ditemani seorang teman, sebut saja Se.
“Se kamu yang di
depan ya!”
“Ndak... aku ndak
tau jalan.”
“Ya udah, aku
depan klo gitu.”
“Mau kecepatan
berapa nih?”
“Emm... 60-an aja
soalnya motorku gini.”
“It’s okay.”
Aku pun memimpin perjalanan ini. Dan Se mengikuti dari belakang. Terkadang aku melihat kaca spion. Khawatir Se tertinggal jauh. Tapi itu juga yang membuat aku tak fokus ke depan.
Aku pun memimpin perjalanan ini. Dan Se mengikuti dari belakang. Terkadang aku melihat kaca spion. Khawatir Se tertinggal jauh. Tapi itu juga yang membuat aku tak fokus ke depan.
Lama-lama kepala terasa pusing. Ini pasti efek meremehkan waktu. Terus aku hanya pasrah kepada Allah. Sepanjang jalan hanya bisa dzikir dan sholawat.
Alhamdulillah... sekitar pukul 09.35 kami sudah sampai daerah Bandung, Playen, Gunungkidul. Rumah yang kami cari berada di sekitar sini.
Mas Imam yang punya usaha @jw_cacing share location alamat rumahnya. Ketika itu kami sudah sampai di depan rumah beliau. Titik live location nya bergeser. Jadi kami ragu.
“Ini tempatnya bukan ya?”
Kami pun memutuskan memutar dulu. Bukannya ketemu malah kami mutar-mutar. Daripada binggung dan perut semakin kelaparan. Aku meminta Se untuk mampir di warung terdekat.
Aku baru ketemu Se bulan Februari lalu, itu pun belum pernah bertegur kata. Pertengahan Juni secara tidak sengaja bercakap dengannya. Itu pun tak banyak. Singkat cerita kami bertemu di perjalanan dadakan ini.
Makan di sebuah meja agak lumayan panjang membuatku sendikit tak nyaman. Bukan karena sotonya tak kunjung datang. Tapi ini masalah rasa sungkan.
Soto pun datang, sambil menunggu agak dingin. Aku pun mencoba memecah keheningan.
“Se, target
kamu ke sana mau ngapain aja?”
“Apa ya? Emm...
paling tanya-tanya dulu.”
Selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Mas Imam.
Selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Mas Imam.
“Kulo nuwun...”
“Assalamu’alaykum...”
“Wa’alaykumussalam...”
“Mas Agus nggih?”
“Nggih Mas.”
“Ngapurane wau
kulo nyasar muter-muter.”
“Nggih mboten
nopo-nopo. Monggo pinarak.”
Kami pun duduk, lalu menceritakan maksud kedatangan kami. Mas Imam pun welcome dengan tujuan yang kami utarakan. Bahkan sebelum pulang kami diajak mampir ke kandang produk cacing beliau.
Kami pun duduk, lalu menceritakan maksud kedatangan kami. Mas Imam pun welcome dengan tujuan yang kami utarakan. Bahkan sebelum pulang kami diajak mampir ke kandang produk cacing beliau.
“Sekalian dipenuhi
plastiknya!”
Alhasil, kami membawa 2 kantong plastik pupuk sekitar 5 kg. Selain itu, satu buah @sambelembokqu berisi Walang Geprek disuruh icipi dan bawa pulang.
Wah... baik banget nih Mas Imam dan Mbak Rina nya. Semoga kelak kita bisa berTEMU kembali. Semoga usahanya sukses dunia dan sukses akhirat. Berkah. Barokah selalu. Aamiin.
D.I. Yogyakarta, 1 Dzulhijjah 1439H


